Rossi yang memulai start paling buntut di sirkuit Valencia menyelesaikan balapan di posisi keempat, di tempat terpisah beberapa jam sebelumnya PSM Makassar memilih walk out dari pertandingan pada perhelatan Habibie Cup di Pare-Pare Sulawesi Selatan.
Dua peristiwa di atas memiliki latar belakang yang sama, meski jenis olahraga dan tempat berbeda. Sama-sama memiliki indikasi kecurangan. Dua peristiwa di atas terjadi di hari yang sama, Minggu 8 November 2015. Meski memiliki beberapa persamaan, namun ada perbedaan yang sangat mencolok atas dua peristiwa tersebut.
Valentino Rossi memulai balapan di urutan paling belakang, sebagai hukuman setelah menjatuhkan Marc Marquez di balapan sebelumnya. Namun banyak yang berpendapat, bahwa kejadian itu bermula karena terjadi konspirasi terselubung antara Jorge Lorenso dan Marc Marquez. Publik penikmat balapan Moto GP berpikir Rossi dicurangi.
Terpisah benua, PSM Makassar yang mengikuti perhelatan Habibie Cup di Pare-Pare berhasil melenggang ke babak Semifinal menghadapi Sidrap United. Pertandingan tidak berjalan lancar, PSM Makassar memutuskan Walk Out (meninggalkan lapangan dan tidak meneruskan pertandingan). Kejadian ini adalah buntut dari pemikiran manajemen PSM yang merasa wasit terlalu berpihak kepada lawan, merasa dicurangi manajemen PSM memilih menarik pemain dimenit ke-60.
Valentino Rossi merupakan calon juara dunia Moto GP setelah mengumpulkan poin tertinggi (296 Poin), disusul rival kuatnya Jorge Lorenso dengan perolehan 285 Poin. Namun hukuman start paling belakang menipiskan peluang Rossi menjadi juara dunia, sementara sang rival terkuat start paling depan. Sikap ksatria dan kedewasaan Rossi ditunjukkan dengan tetap mengikuti balapan, mengejar asa yang semakin tipis, mencoba meraih peluang yang masih ada. Selama ban motor masih berputar, segala kemungkinan masih bisa terjadi.
PSM Makassar memiliki peluang sebagai finalis Habibie Cup. Menghadapi Sidrap United di semifinal, PSM Makassar membawa nama besar salah satu klub bola tertua di Indonesia. Satu langkah lagi PSM Makassar menginjakkan kaki di final Habibie Cup. Namun sayang, sikap manajemen yang memutuskan Walk Out dari pertandingan tidak menunjukkan sikap ksatria dan kedewasaan, ironis jika mengingat PSM Makassar sudah berumur 100 tahun. Beda dengan Rossi, peluang PSM Makassar masih sangat terbuka. Pertandingan masih tersisa 30 menit saat mereka Walk Out, Sidrap United baru unggul 1 gol. Selama bola masih bundar, bukankah segala kemungkinan masih bisa terjadi?
Sikap ksatria dan kedewasaan Rossi berhasil merebut hati banyak penikmat Moto GP, meski tak bergelar juara dunia Rossi telah memenangkan hati para pengangumnya. Meski start dari urutan belakang, Rossi menyelesaikan balap di posisi keempat. Terhitung 21 pembalap berhasil dilewati satu persatu.
Sikap tidak berbesar hati manajemen PSM Makassar berhasil membuat suporter dan penikmat bola kecewa. Meski suporter berpendapat sama tentang keberpihakan wasit, mereka tetap menginginkan PSM Makassar menyelesaikan pertandingan. Berjuang di sisa-sisa menit yang ada, mencoba mengubah keadaan meski keadaan tidak memihak. Manajemen PSM Makassar harusnya tetap membiarkan para pemain bertanding, memperlihatkan arti sebenarnya dari pepatah “Kualleangi Tallanga Natowalia”. Menurut Iqbal seorang wartawan yang meliput jalannya pertandingan, para pemain masih ingin melanjutkan pertandingan namun dihentikan oleh manajemen klub. Permainan keras Sidrap United masih ingin diladeni para pemain PSM namun manajemen klub berpikir lain, Sumirlan selaku direktur tekhnik sampai harus masuk lapangan ‘mengusir’ para pemain PSM untuk tidak melanjutkan pertandingan.
Valentino Rossi yang sudah berumur 36 Tahun memperlihatkan kematangannya dalam seri terakhir balapan Moto GP, Rossi memberi contoh yang baik kepada pembalap lain. Tidak salahlah jika ia digelari “The Real Champion”. Menurut saya pribadi pada seri balapan terakhir Rossi memperlihatkan kualitas sebagai pemegang 9 (sembilan) kali juara dunia.
Di usia 100 tahun PSM Makassar tidak serta merta mematangkan proses pengelolaan di dalamnya, keputusan Walk Out manajemen PSM terlalu kekanak-kanakan, seperti seorang anak kecil yang mengadu sambil menangis ke ayahnya setelah permennya diambil oleh teman. Sikap manajemen PSM Makassar tidak memberi contoh yang baik kepada klub peserta yang merupakan ‘adik-adik’nya, tidak menjawab semangat suporter yang berteriak-teriak tak kenal lelah “yoo ayo, ayo PSM, disini kita harus menang” tidak memberikan tontonan menarik kepada masyarakat yang menghadiri perhelatan Habibie cup, tidak memberikan kesempatan pemain menyelesaikan pertandingan, tidak menampilkan ciri PSM Makassar yang dikenal sejak dulu “semangat juang pantang menyerah” seperti yang ditulis oleh pandit.
Perjuangan Rossi yang sebenarnya bukanlah mengalahkan semua rival, tapi mengalahkan ketakutan diri sendiri. Menyelesaikan balapan dengan semangat juang tinggi, membawa banyak harapan dari para penggemarnya. Perjuangan sebenarnya PSM Makassar ternyata bukanlah di lapangan hijau, tapi perjuangan melawan diri sendiri (manajemen). PSM Makassar tidak akan bisa berbuat banyak selama manajemen klub tidak sehat, selama pengurus tidak memeagang teguh prinsip-prinisip perjuangan Tim.
Manajemen PSM perlu belajar dari perjuangan Valentino Rossi, memutar gas motornya sampai akhir, mengangkat kepalanya sampai finish bahkan ketika menjadi juara dunia sudah hampir mustahil.
Paentengi siri’nu PSM Makassar!
—
Kualleangi Tallanga Natowalia adalah pepatah Bugis-Makassar yang berarti lebih baik tenggelam (di lautan), daripada harus kembali lagi (ke pantai). Lebih populer dikenal “sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai”.
Tinggalkan Balasan